Sabtu, 08 Oktober 2011

Ya Allah, Sampai Kapan???

Begitu banyak warna dalam perjalanan kita,
ada yang tetap bertahan,
namun tak sedikit yang pergi meninggalkannya.

Beginilah jalan dakwah
mengajarkan kita tentang ukhuwah,
tentang pengorbanan dan keikhlasan

Kadang lelah,
kadang canda,
kadang tawa,
dan banyak duri-duri yang harus dilewati...

Tak kuat rasanya tuk bertahan,
namun sayang tuk ditinggalkan.

Kadang hati bertanya,
"Ya Allah.. Kapan kami bisa beristirahat dari jalan ini???"
Lalu Allah menjawab...
"Nanti, ketika tiba waktu dimana kaki-kaki kalian telah menginjak surga-Ku."

Subhanallah...

By: m. Arif

Selasa, 23 Agustus 2011

cerpen jadul yg terinspirasi kisah nyata :)


 Agustus 2008     
       
Kambojaku
di
Langit Bogor
Helmy Nur IS

Hari ini aku nekat. Entah setan golongan apa yang sukses merayuku. Aku baru dengar kalau lomba itu untuk semua kalangan siswa. Ku pikir hasil tunjukan guru saja yang boleh ikut. Itu pun aku tau barusan dari Anam, salah satu temanku yang udah siap-siap buat lomba itu sejak  beberapa minggu silam. Sedangkan aku sendiri, yang hanya berbekal harga diri, langsung aja mutusin ikut, dengan ijin orang tuaku tentunya. Meski butuh perjuangan keras mendapat ijin mereka.
“Ayolah Yah.. kapan lagi anakmu yang bodo ini bisa bersaing dengan pelajar-pelajar di seluruh penjuru Nusantara Indonesia,” bujukku pada Ayah di telepon. Terdengar parno memang, tapi itulah usaha kerasku merayu Ayah di rumah.
“Ya sudah..ya sudah.. nanti tantemu yang akan nganterin uang ke asrama. Pesan Ayah, jaga diri baik-baik. Perjalanan ke Bogor itu nggak deket.”
“Yoi, Yah. Insya Allah Nuri bisa jaga diri. Assalamu’alaikum.”
Tanpa basa basi lagi, aku sms Anam.

To : Anam
Assalamu’alaikum,Nam.
Q jd ikt.
bsk brgkt jam brp?
Oia,sp ja yg ikt?



From : Anam
Wa’alaikumsalam. Bsk kumpul d’skul jm 10 pgi.
Yg fis: Q n k’ Ramli.
Kim: km n Adi(brklompok,1 kel. 2 org)
Bio: Husna, Ima,n d’ Rahman(brklompk,1kel. 3 org)
Kom: d’ Dedi

To: Anam
Trims ats infox.Wassalam..                  


Esoknya, semua  berkumpul di gerbang sekolah kecuali Anam dan Kak Ramli. Mereka masih ngurus surat ijin keberangkatan kami ke Kepsek. Wah, keliatannya wajah-wajah mereka tampak bersemangat. Pasti karena masing-masing otak mereka telah terisi berjuta-juta rumus, yang telah mereka kuasai tentunya. Tapi…
“Wah, kayaknya semuanya udah mentok belajarnya ya. Nggak kayak aku yang nekat ikut tanpa persiapan,” Husna mengawali perbincangan.
“Hei kita sama dong,” hampir semua barengan nanggapi Husna, juga aku tentunya.
“Ku pikir cuma aku yang berangkat tanpa persiapan,” Husna kembali menimpali.
“Ku pikir juga begitu,” barengan lagi. Kompak. Yang ini juga tanpa persiapan.
“Berarti yang udah siap cuma Anam dan Kak Ramli?” ucapku lirih.
“Ku dengar memang udah lama mereka siap-siap. Katanya sih, mereka dapet tantangan dari SMA Prima Bakti. Jadi, mereka tambah semangat ,” jelas Ima.
“Kalian masih punya waktu kok nyiapinnya. Lombanya kan masih beberapa hari lagi. Aku emang sengaja ngajak berangkat awal di samping karena penyakitku, kalian juga ada waktu untuk persiapan kan?!” Suara Kak Ramli ngagetin semuanya.
Akhirnya setelah pamit pada guru-guru dan teman-teman, kami berangkat naik bus. Kebayang nggak kalau kami berangkat tanpa guru seorang pun. Padahal pamitku pada Ayah ada guru yang ikut serta. Eh, malah di luar perkiraan. Entah kenapa, tapi katanya semua sibuk dengan urusan masing-masing. Maklum. Lain halnya dengan SMA Prima Bakti tentunya. Selain didampingi guru, katanya mereka juga dibiayai sekolah. Emang pantes soalnya ada Yayasan yang naungi mereka. Tapi tak apalah, meski gitu aku tetap cinta pada sekolahku ini, SMA Pertiwi.
Kira-kira perjalanan Gresik-Surabaya butuh waktu dua setengah jam. Sekarang kami udah sampai di Stasiun Pasar Turi. Ini adalah kali pertamaku ke Stasiun. Lebih tepatnya aku belum pernah naik kereta api. Tiba-tiba aku ingat film Harry Potter. Aku jadi berpikir sekarang aku adalah dia yang bentar lagi akan nembus tembok peron 9¾. Tapi pastinya nggak akan aku lakuin kalau nggak ingin disangka orang kesurupan.


Nggak nyangka matahari udah nggak nemenin kami lagi. Dia udah bertukar tugas tuh sama bulan. Untung aja si bulan mau, buktinya dia lagi cengar-cengir sekarang  nemenin anak-anak nekat yang lagi tidur, kecuali aku. Aku udah bangun karena tadi aku yang tidur duluan. Yang terjaga hanya aku dan dek Dedi. Dia kebagian jam piket jaga. Yang cowok emang piket jagain barang-barang. Yang cewek ya tinggal tidur pulas. Entah kereta ini udah di daerah mana. Yang ku tau kereta Economic Class  ini melaju menuju Stasiun Pasar Senen. Lama-kelamaan mataku pun terpejam kembali.


“Tuut…Tuut…Tuut…”
Suara ini bener-bener bikin telinga bising. Tiba-tiba terbesit pikiran ngeri dari otak anak malang ini. Berarti suara sangkakalanya Isrofil akan lebih dahsyat daripada ini(so pastilah Bro).
“Kita turun sini kak?”tanya Adi.
“Katanya kak Aziz sih gitu. Tunggu! ku tanya dulu ya,” kak Ramli lalu ngambil handphonenya terus mencet-mencet beberapa tombol. Dia nelpon kak Aziz, salah satu alumni SMA Pertiwi yang kuliah di IPB. Katanya sih dia yang akan bantuin kami selama disana.
“Katanya kak Aziz turun di stasiun Jatinegara ini juga bisa. Tapi biasanya kalau Kak Aziz sendiri turun di Stasiun Manggarai. Tapi khawatir nanti nggak kebagian kereta jurusan Bogor jadinya turun disini aja,” jelas Kak Ramli.
“Terserah kak Ramli aja deh,”ucap Rahman.
Kami pun turun. Pemandangan beda kurasakan. Di sekitar stasiun ini bertebaran rumah-rumah kumuh berpenghuni. Miris hati ngeliatnya emang. Di sekitar rumah-rumah itu pastilah bakteri dan penyakit sedang menari dan berdansa gembira. Gembira karena mangsa-mangsa mereka tak kunjung pergi. Bukannya sang penghuni betah tapi inilah pilihan hidup. Berani memilih berarti berani mengambil resiko. Mereka berani ninggalin kampung halaman cuma buat taruhan nasib di ibukota tanpa pikir jangka panjang.
Parnoku kambuh lagi. Bukannya aku tak beda jauh dari mereka yang berani berangkat tanpa modal. Tapi kan resikoku beda dengan mereka. Paling-paling kalah. Tapi mereka lain. Ah sudahlah, gara-gara ikutan lomba ini pikiranku jadi kemana-mana.
Ternyata kami salah turun. Kereta jurusan Bogor lagi nggak mampir stasiun ini. Kami mesti ke Pasar Senen untuk mendapatkannya. Benar-benar sial hari ini. Terpaksa kami naik kereta jurusan Pasar Senen lagi. Beruntung sampai sana keretanya belum berangkat.
“Wah inilah resiko kalau nggak pengalaman naik kereta. Jadi sedikit kesasar kan?” ujar Anam.
“Itu kan wajar. Tapi ada untungnya juga loh. Liat coba disana!” Ima nunjuk keluar jendela. Ternyata kami bentar lagi akan lewat Monas. Aku segera bergegas ngambil kamera videoku. Maklum belum pernah ke Jakarta sih. Jadi, naluri ndesoku muncul.
Perjalanan Jakarta-Bogor lumayan lama. Sekitar menghabiskan  waktu hampir dua jam. Melelahkan juga perjalanan ini, pikirku. Ternyata bukan cuma melelahkan, tapi merontokkan sendi-sendi tulangku. Pasalnya, setelah sampai Bogor, kami mesti nyewa angkutan. Maklum kami kan rombongan.
“Sudahlah Dek, bayar 50ribu aja deh. IPB itu lumayan jauh loh. Apalagi IPB Dermaga. Itupun saya sudah kasih murah loh sama adek,” sopir ini mulai mengoceh membujuk kami.
Bagi kami yang nggak pengalaman, setuju aja sama ucapannya. Habisnya mau diapain lagi. Badan udah rontok semua. Rasanya ingin keburu melempar diri di kasur empuk sambil ada yang mijitin. Habis itu berendam di air kembang kamboja sambil ngemil (ngayal Bro).
Ternyata Kak Aziz udah nungguin kami di jalan.
Terus kami di bawa ke rumah kontrakannya. Jarum jam ternyata udah geser ke angka sepuluh pagi. Tak terasa perjalanan ini ngabisin waktu yang begitu lama.
“Maaf Dek rumahnya sempit dan juga sedikit berantakan. Maklumlah mahasiswa,” kata Kak Aziz sambil bawa minum buat kami.
“Oia, nanti yang cewek tidur di asrama temen cewek kakak. Tempatnya nggak jauh dari sini kok. Sekarang duduk-duduk dulu bentar. Pasti capek kan?! Bentar lagi kakak anterin” tambah Kak Aziz.
“Iya Kak,”ujarku, Ima Dan Husna.
Nggak lama kemudian Kak Aziz nepatin janjinya. Dia nganterin kami kesana. Jalan sana sempit dan muter-muter. Jadi bingung ngafalinnya. Setelah sampai di asrama itu, aku pun sukses tak ingat sedikit pun.
“Kalian tinggal disini sekarang. Nanti malem kalau mau makan, hubungi kakak. Kalian pasti nggak inget jalannya kan?! Makanya nanti malem kakak akan jemput kalian di sini bareng temen-temen cowoknya,” jelas kak Aziz.
“Makasih kak,” ucap kami bertiga sambil berlalu masuk ke dalam asrama yang didampingi salah satu mbak penghuni.
Kami pun mengakrabkan diri dengan mbak-mbak asrama ini. Yang nggak ramah ada, yang ramah banyak. Sifat-sifat manusia beda kan?!
“Kalian adek kelasnya Aziz ya? Ada acara apa Dek di sini?” tanya mbak  yang kerudung coklat, namanya mbak Yeni.
“Itu mbak katanya IPB ngadain acara Pesta Sains. Ya, semacam lomba-lomba sains gitu mbak,”sahutku.
“Oia, yang ngadain itu temen-temen fakultas MIPA ,”ujarnya. Maklum dia nggak tau karena kayaknya mbak Yeni ini fakultas informatika. Aku bisa liat dari buku-buku yang lagi jejer di kamarnya.
“Kalian bertiga tidur di kamar depan itu ya. Itu kamar paling luas disini. Jadi insya Allah muat,” ujar mbak Yeni sambil berlalu pergi.
Sepeninggal mbak Yeni kami pun mandi terus tidur pulas sepulas-pulasnya, setelah shalat Dhuhur tentunya. Malamnya, kami cari makan diluar, bareng temen-temen cowok. Begitulah tiap harinya. Kak Aziz begitu baik bantuin kami bahkan dia juga ngajari aku dan Adi kimia. Ternyata selain suka computer, kabarnya dia juga suka kimia. Tapi sehari sebelum lomba dimulai, muncul masalah. Masalahnya terletak pada aku dan Adi. Ternyata lomba kimia ini berisi tiga orang per kelompok. Kami salah info lagi rupanya. Malamnya kami dan panitia lomba berusaha nyelesein masalah ini. Mereka nggak peduli pada kami sepertinya. Malam itu, nyaris air mataku netes. Aku takut kalau-kalau aku nggak bisa ikut lomba ini. Jauh-jauh kesini masa nggak dapet apa-apa, pikirku. Apa panitia ini nggak mikir kalau dia di posisiku rasanya gimana.
“Kami sebenernya nggak keberatan. Tapi, kami takut peserta lain komplain ke panitia. Kalau ngirim dua bisa, kenapa harus tiga. Takutnya kayak gitu,” ujar salah satu panitia.
“Kalau gitu insya Allah bisa kami atasi. Waktu tehnical meeting besok aku sendiri yang akan ngejelasin ke semua peserta,” kata-kata Kak Ramli sedikit menghibur. Kalau udah begitu panitia nggak bisa berbuat apa-apa. Kami tinggal berdoa semoga para peserta besok nggak kan bikin repot kami.
“Kalau emang besok pesertanya nggak mau diajak kompromi, kakak jadi berpikir rencana nakal. Tapi meski itu nggak mungkin,” kata kak Aziz sambil tersenyum.
“Rencana apa kak?” tanya Adi.
“Aku yang bakalan ngelengkapi kelompok kalian biar pas tiga orang. Tapi temen-temenku pasti ngenalin aku,” canda kak Aziz. Ya iyalah, pikirku. Aku jadi inget peristiwa di sekolah beberapa minggu silam. Salah satu temanku bikin sensasi. Dia bareng salah satu alumni ikutan lomba. Kalau lolosnya sih pasti. Tapi pada akhirnya ketauan sekolah kalau mereka curang. Kena marah dia jadinya. Dan aku nggak akan biarkan itu terjadi padaku.


Ternyata peserta lain nggak ada yang komplain. Malahan  ada peserta dari Singaraja yang bernasib sama denganku. Paling-paling pikir mereka ngapain ngurusin orang. Toh urusan mereka mau ngirim dua atau satu orang. Yang penting kan nggak empat atau lima dalam satu kelompok. Kalau dipikir-pikir mana ada otak dua bisa ngalahin otak tiga.

“Gimana udah siap dek? Meski kalian cuma berdua siapa tau bakalan juara,” hibur kak Ramli. Hatiku berkata amien meski hati lain berkata itu mustahil terjadi.
“Insya Allah siap kak,”ujarku sambil jalan ke ruangan lomba.
Ruangan itu adalah aula yang amat luas. Sebelum masuk aku sempat baca kalau itu adalah gedung wisuda. Gedungnya kayak stadion bola cuma di bagian atas diberi penutup. Panggungnya di hiasi ornamen-ornamen mewah. Tetapi nggak terkesan sombong karena ada sentuhan gubuk jerami di pinggir. Gubuk itu tempat beroperasinya sound system dan peralatan elektronik lainnya. Ada panggung lagi di sebelah panggung ini. Cuma sedikit lebih sempit. Disana berdiri sejumlah pria dan wanita. Mereka dari tadi berceloteh lagu-lagu yang belum pernah kudengar sebelumnya. Merdu emang. Namanya juga paduan suara. Aku nikmatin itu sambil buka-buka buku. Meski cuma berdua, di hati kecilku ada harapan untuk lolos meski cuma berhenti di semi final.
Setelah mereka bernyanyi, muncul beberapa penari di panggung. Aku juga nggak tau tarian apa yang mereka bawa. Mungkin karena aku bukan pecinta seni. Tapi semuanya terlihat menikmati tak terkecuali Adi di sampingku, Husna, Ima, dan Rahman di deretan peserta biologi, Anam dan Kak Ramli di deretan Fisika, dan yang terakhir Dedi di deretan peserta komputer. Kami dipisahkan menurut bidang masing-masing yang diikuti. Tapi meski gitu kami bisa liat satu sama lain dari kejauhan, kecuali Dedi yang ada di bawah, tepat di depan panggung tarian itu. Mungkin dia sedikit sulit mencari kami yang di atasnya karena emang peserta yang banyak banget. Tapi dia beruntung juga bisa liat jelas tarian itu.
Tariannya selesai, trus pembawa acaranya keluar. Mereka mulai deh berbasa-basi ria. Tapi nggak lama lomba ini pun mulai sesaat setelah pembukaan yang di tandai bunyi gong itu selesai. Soalnya seratus multiple choice di tambah dua essay dalam waktu seratus duapuluh lima menit. Ku akui memang soalnya hebat. Hebat karena aku dibuat bingung. Mungkin bukan hanya bingung tapi kepalaku terasa penuh sesak oleh soal-soal ini. Dipikir-pikir itu wajar karena soal ini emang layaknya dikerjain untuk tiga orang. Jadi, aku dan Adi kewalahan ngerjainnya. Soal essay pun nggak sempat kami jamah.
Setelah acara pemusingan otak itu, kami diperintahkan naik bus untuk shalat. Pantas kami naik bus soalnya masjidnya lumayan jauh. Ternyata IPB luas juga ya. Penyakit kampunganku kumat. Selesai shalat kami makan siang yang ternyata disediain panitia. Nggak rugi ternyata bayar mahal-mahal. Habis itu pulang soalnya pengumumannya besok. Harapan sih masih tetep ada meski berkurang sekian ratus ribu persen setelah ngerjain soal tadi.


Esoknya, pengumuman keluar dan hasilnya aku dan Adi sukses meraih kegagalan yang sempurna. Diambil sepuluh orang dari sekitar seratus tigapuluh peserta untuk melaju ke babak semi final. Kami diurutan limapuluhan. Kami sedikit bangga bisa ngalahin otak tiga yang ada di bawah peringkat kami. Tapi sebenarnya kalah ya kalah. Mau peringkat berapapun kalau nggak lolos ya namanya gagal. Tapi, meski kami nggak masuk, ada Anam dan Kak Ramli yang lolos. Mereka memang hebat. Kalau persiapan sudah matang terus apalagi yang ditunggu kalau nggak kesuksesan. Kami-kami yang nggak lolos juga sudah sadar kekurangan masing-masing. Meski tersisa sedikit ketidakikhlasan di hati. Lain halnya dengan sekolah saingan kami, SMA Prima Bakti. Ada wakil yang lolos di setiap bidang yang mereka ikuti. Pantaslah kalau mereka lolos. Beda kematangan konsep pastinya. Kami-kami yang nggak lolos ternyata di hibur oleh seorang pembicara. Namanya Fauzan Ahmad. Dia benar-benar menghibur, menyemangati, dan mengokohkan kemantapan hati kami yang agak rapuh. Dia ngasih kami pencerahan kalau kegagalan itu bukan segalanya. Jangan hanya karena gagal kita jadi putus asa. Kita harus jadi seorang pemain. Bukan seorang penonton. Kita harus siap ditonton dan pantas untuk untuk dijadikan tontonan. Jangan hanya mau liat dan nonton saja. Kita harus bergerak maju sendiri. Itulah beberapa kalimat yang kupetik darinya. Hatiku benar-benar dicuci waktu itu. Bersih. Benar-benar bersih. Air mataku pun tak malu-malu keluar. Kayaknya semua yang hadir pada saat itu ngalamin hal yang sama. Di dada kami muncul semangat baru. Semangat untuk berjuang maju(he..he.. ceritanya insaf ni..).
Usai acara ini kami digiring ke dalam bus untuk shalat. Setelah itu makan siang dan nonton acara grand final di ruangan-ruangan yang telah ada sesuai bidangnya. Habis itu aku shalat di salah satu musholla terdekat. Karena kalau ke masjid terlalu jauh rasanya. Setelah shalat ashar ini tiba-tiba salah satu guru nemuin aku. Beliau adalah guru SMA Prima Bakti.
“Mbak, mbak ini dari SMA Pertiwi kan? Ramli kecelakaan. Kepalanya berdarah. Mendingan mbak kesana saja,” ujar beliau sambil nunjuk ke suatu tempat.
Astagfirullah, makasih ibu,” aku langsung lari ninggalin ibu itu.
Ternyata benar apa yang ibu itu katakan. Kak Ramli terlihat kesakitan sambil megang kepalanya yang berdarah. Darah kayaknya nggak mau berhenti keluar. Kepalanya bocor. Di sekitar kak Ramli ada Anam dan Adi. Tapi tak lama kemudian Adi keluar sambil membawa tas Kak Ramli. Lalu aku pergi ke Anam.
“Kak Ramli kok bisa berdarah-darah gitu, Nam? kejadiannya gimana?” tanyaku.
“Gini loh. Tadi itu kak Ramli lari-lari sambil bawa kameramu. Dia lewat di bawah tembok tangga itu. Akhirnya karena nggak ati-ati kepalanya kebentur dan sekarang jadi kayak begitu,” jelas Anam.
“Trus kameraku dimana Nam? Nggak jatuh kan?” aku jadi khawatir dengan kameraku. Bukannya aku nggak ngawatirin Kak Ramli juga. Tapi Ayah akan mencincangku kalau tau kameraku kenapa-napa.
“Nggak apa-apa cuma kena sedikit cipratan darahnya Kak Ramli. Tapi sudah di bersihin kok. Ini..,” Anam nyerahin kameranya ke aku sambil cengengesan.
Kak Ramli akhirnya dibawa ke rumah sakit untuk dijahit. Sedangkan aku dan lainnya kembali lagi ke gedung wisuda karena bentar lagi juara-juaranya akan diumumin. SMA Pertiwi hanya berharap pada Anam dan Kak Ramli. Kalau SMA Prima Bakti hanya seorang saja soalnya lainnya udah pada gagal. Kalau begitu kami lumayan sedikit menang.
Acara pengumuman pun di mulai. Teriakan-teriakan histeris bermunculan kala namanya atau nama temannya disebut. Mereka bangga dan bahagia.  Ternyata aku pun nggak nyangka kalau kami akan gitu juga. Nama Kak Ramli dan Anam disebut sebagai juara kedua dan ketiga. Yang begitu mengejutkan juga juara pertama diraih oleh anak SMA Prima Bakti. Ketiga-tiganya dari Gresik. Hebat. Suara tepuk tangan pun ramai. Aku pun ikutan bangga meski yang meraih medali itu bukan aku. Aku jadi inget Kak Ramli. Sayangnya, dia nggak bisa nikmatin momen-momen bahagianya bareng kami disini.
Acara ini pun selesai. Capek baru kami rasakan setelah sampai di asrama. Mbak-mbak pun keliatannya capek juga. Kami pun langsung tidur setelah mandi dan shalat. Karena esoknya kami akan pulang. Tapi sebelumnya kami mau mampir dulu di Kebun Raya.


Selain Kak Aziz, ada juga alumni SMA Pertiwi lainnya. Dia Kak Irul. Tapi kuliahnya di IPB Padjadjaran. Dia yang ngajak kami jalan-jalan ke Kebun Raya. Katanya mumpung lagi di Bogor sayang kalau nggak jalan-jalan. Kami sih kalau diajak jalan-jalan ya pasti mau. Tapi sayang Kak Ramli nggak ikut soalnya dia pulang duluan naik pesawat. Mungkin karena luka kemaren. Tapi nggak begitu parah kabarnya.
Setelah naik angkutan ini itu kami pun nyampek di Kebun Raya. Namanya juga kebun. Pasti isinya pohon-pohon, rumput dan taneman. Tapi selain itu tepat di tengah-tengah kebun berdiri megah Istana Bogor. Bagus. Istana Bogor Bro. Nggak terlalu jauh di depannya, ada telaga yang lagi tiduran santai santai. Kami pun foto-foto disitu. Habis itu kami ke museum dan terus mengelilingi kebun sampai benar-benar capek. Itu pun belum semua. Soalnya kebunnya luas buanget sampai nggak bisa aku gambar disini. Sorry ya,hehe . Dari keasyikan maen sampai kami lupa mau pulang.
“Wah Dek ini udah siang. Jadi pulang sekarang? Kayaknya kalau sekarang kita ke Stasiun, keretanya udah berangkat,” jelas Kak Irul.
“Berangkat Kak? Trus kami gimana?”tanya Dedi.
“Gini aja. Kalian nginep dikontrakan kakak aja dulu. Trus besok pagi baru pulang. Nanti malem sekalian jalan-jalan. Mumpung di Bogor loh dek,” ajak Kak Irul. Pikiran Kakak ini kayaknya dipenuhi jalan-jalan dan jalan-jalan. Tapi apa boleh buat kami toh nggak punya pilihan lain. Akhirnya semua setuju. Habis dari sini kami akan ngebuntutin Kak Irul ke kontrakannya, terkecuali si Anam. Katanya, dia mau ke rumah om nya di Jakarta.
Kami pun sampai di kontrakan. Disini penghuninya kaum Adam semua. Aku jadi sedikit ngeri plus takut.
“Kalian santai aja. Yang cewek tidur di kamar kakak disana. Yang cowok tidur di kamar depan tv ini. Kalian istirahat dulu sekarang, nanti malem baru kita jalan-jalan,” jelas Kak Irul.
Setelah masuk kamar, kami pun gantian mandi. Kamar yang kami tempati terlihat aneh. Maklumlah kamar cowok. Risih juga. Malamnya kami jadi jalan-jalan ke salah satu supermarket. Aku sih cuma window shopping doank. Maklum uang pemberian Ayah nggak terlalu banyak. Esoknya kami pun pulang diantar Kak Irul ke Stasiun. Kami cuma bisa bilang makasih sama Kak Irul juga Kak Aziz. Mereka begitu baik. Sekali lagi thanks Kak. Untung kami masih punya mereka disini. Kalau nggak mereka siapa lagi yang peduli. Kami pun nunggu kereta datang. Tapi tiba-tiba…
“Kak dompetku kok nggak ada?” Ima tiba-tiba gelisah mencari dompetnya.
“Yang bener Dek? Coba cari lagi. Mungkin adek lupa naruhnya tadi,”
“Iya Ma. Mungkin lupa naruh. Sini ku bantuin nyari,”ujarku.
“Nggak ada Ri nggak ada. Tadi waktu aku nuruni tas, tasnya udah kebuka,” Ima semakin gelisah mencari dompetnya. Dia khawatir dompetnya bener-bener hilang.
Tak lama setelah dicari, dompet Ima positif hilang dicuri. Wajahnya jadi lesu. Soalnya isi dompetnya sejumlah uang, kartu pelajar, dan kartu ATM. Dia jadi bingung mau pulang pake' apa kalau dompetnya ludes.
“Kalau masalah uang biar kakak pinjemin dulu dek. Kita ngurus ke bagian keamanan dulu siapa tau bisa dicari atau kalau nggak nanti dapet surat bukti hilang agar bisa buat kartu ATM lagi,” hibur kak Irul.
“Makasih Kak. Tapi nggak usah soalnya sisa uang yang ku punya kayaknya cukup Kak buat ongkos pulang. Oia, aku blokir ATM-ku dulu kak,” ujar Ima. Kami semua iba pada Ima. Tapi kami pun nggak bisa berbuat apa-apa.
Kereta kemudian datang. Tak berapa lama Ima dan Kak Irul pun kembali. Mereka kayaknya bawa selembar surat. Itu mungkin surat yang Kak Irul jelaskan tadi. Kami pun masuk ke dalam kereta. Kereta kali ini begitu buruk dari kereta dulu yang kami tumpangi, meski sama-sama Economic Class. Selain itu kursi yang semestinya untuk dua orang, kami paksakan jadi tiga. Soalnya sebagian dari kami kehabisan tiket duduk jadinya terpaksa beli tiket berdiri. Ini pun kami  beli dari calo-calo itu. Fiuh… benar-benar banyak pengalaman yang ku dapat kali ini mulai dari kegagalan yang sukses terencana sampai hilangnya dompet Ima. Aku benar-benar kasian liat Ima. Dia nangis sepanjang perjalanan pulang.
“Sudah ya Ma. Ini cobaan, kamu harus tegar. Relakan semua Ima,” hiburku.
Iya Ri. Ku sudah relain uang dan isinya. Tapi dompetnya Ri, dompetnya. Dompet itu nyimpan sejuta kenangan bagiku,” ujar Ima sambil menangis di depanku.
“Iya Ma. Yang sabar ya…”
Akhirnya kusuruh Ima ngaji Yasin. Untungnya aku bawa Yasin ukuran mini. Setelah itu, dia pun sedikit tenang.
“Sekolah kok tega ya mbak. Lihat kami sekarang jadi kayak gini. Sekolah bener-bener nggak ada sedikitpun tanggung jawabnya,” dek Rahman jadi mulai menangis.
“Sudah dek sudah. Mungkin ini nantinya bakal jadi pelajaran bagi sekolah untuk nggak biarin kita berangkat sendiri,”
Suasana pulang kali ini nggak seperti waktu berangkat. Nggak ada satu pun yang tersenyum apalagi tertawa (minta digampar kali). Semua sedang sedih sekarang. Ini pun didukung sukses dengan matinya lampu kereta. Gelap dan sunyi meramaikan suasana kami sampai perjalanan ini berakhir. Untungnya bulan juga mau menghibur kami dengar sinar terangnya malam ini. Keretanya pun melaju dengan amat sangat lambat sekali luar biasa Allahu Akbar!!! Aku pun juga tak kuasa nahan air mata malam itu. Pengalaman-pengalaman ini begitu banyak ngajari aku arti sebuah kehidupan. Dan lebih menghargai makna hidup itu sendiri. Alhamdulillah parnoku kumat lagi…
                       



SELESAI…     

Rabu, 10 Agustus 2011

TANGIS DARAH YANG TIDAK BISA MERUBAH APA-APA

Semoga Allah SWT menganugrahkan, hati yang mudah menerima bisikan kebenaran, sebab kita akan menjadi manusia paling merugi  jika hati telah terkunci.

Sahabat, Jika hati menjadi gerah tatkala bisikan kebenaran menelisik, JIka hati kita sudah mulai tidak mengubris karena merasa sudah mengerti, JIka hati kita merasa Tidak enak dan berusaha mencari aman atau kedamaian semu dengan menghindar dari bisikan kebenaran, maka beristigfarlah memohon ampunan kepada Allah sebelum Allah benar-benar mengunci hati kita.

Karena jika itu terjadi maka pintu taubat sudah Allah tutup dari sejak dini, sungguh sangat merugi... Allah tidak bisa di tipu dengan akal bulus manusia.. " Nanti saja taubatnya kalau sudah tua..." muslihat macam apa pula ini....

Kalau Allah menghendaki maka sudah Tua malah tidak bisa taubat karena sudah terlanjur berkubang dalam maksiat, sehingga tidak bisa bangkit dari belenggu syetan yang menjerat.

Marilah berfikir sehat sejenak, gunakanlah otak kita yang katanya cerdas, Renungkanlah dengan hati nurani yang katanya sudah mengerti.

Kehidupan Akhirat itu Teramat sangat Panjang 1 hari di akhirat sana adalah sebanding dengan 1000 tahun di dunia ini, bahagia dan sengsara kita disana tergantung dari apa yang kita lakukan di dunia yang sangat sebentar ini

JIka kita telah faham dan mengerti mengapa masih tega-teganya kita mendzalimi diri kita sendiri dengan menenggelamkan diri dalam lumpur maksiat, bahkan parahnya kita berupaya mereka-reka rencana agar dapat menjalankan maksiat  dengan lancar, tanpa di ketahui orang atau supaya nafsu kita lebih terpuaskan....

Bahkan kita telah menganggap dosa hanya sebatas hal kecil, lalu bersembunyi dibalik kata.."Ya Terpaksa Mau Bagaimana lagi..".  "Jangan Sok Suci", "Mana ada jaman sekarang yang bisa Bersih", "Aah iu manusiawi..", "DOsa urusan nanti, ntar juga bisa tobat".

Sahabat Sungguh Allah SWT Maha Pemurah, Maha Rahman, Maha Rahim, Maha KAya, Ia memrbekali manusia dengan fitrah yang akan mmebuat hidup kita akan lebih mudah selama kita tidak menyimpang dari fitrah , namun ketika kita sudah menyimpang dari fitrah   KIta  membuat alasan itu menjadi Manusiawi dan Halal seolah kita menganggap kebenaran dan kebaikan berarti kesulitan , padahal Allah idak menghendaki kesukaran, tetapi Allah menghendaki kemudahan . Lalu apakah kita telah berputus asa dari rahmat Allah?

Sahabat, Kita tidak akan pernah tahu umur kita sampai kapan, kemaren Sahabat saya yang lebih muda dari saya meninggal dan saya begitu terhenyak, ternyata Allah tidak pandang bulu kalau sudah habis waktunya pasti di cabut Nyawanya, dan itu berlaku bagi Saya, anda dan semua mahluk di muka bumi ini.

Mendingan kalau kita di cabut nyawa dalam keadaan taubat, tapi kalau dalam keadaan bergelimang dalam maksiat bagaimana????

Yang sudah habis waktunya di Alam kubur sana mungkin sudah meneriaki kita dengan sebutan Bodoh, tolol atau yang sejenisnya! karena menyianyiakan waktu ketika di dunia ini, mereka hidup dalam penyesalan yang sangat dalam  dan Tangis Darah yang Tidak Pernah Bisa Merubah Apa-apa.

MAka beruntunglah kita yang masih diberi Umur, dan beruntunglah yang masih mau menerima bisikan kebenaran lalu mereka bertaubat dengan taubatannasuha.., dan sungguh merugi orang-orang yang menunda taubatnya disamping mendzalimi diri sendiri sungguh otak cemerlangnya patut untuk diragukan kesehatannya.


Sahabat,
Ramadhan adalah bulan ampunan, ini adalah anugrah dari Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun, marilah kia gunakan kesempaan ini unuk mencuci diri, menghapus jelaga hati, Taubat dari maksiat, kita tidak pernah tau apakah kita akan bertemu lagi dengan ramadhan berikutnya? jangan sampai kita menyesal, sebab tangis darah dan seruan permohonan ampun sudah tidak berlaku saat kita sudah di BArzah.


Demi Waktu, Sesungguhnya Manusia ada dalam keadaan Merugi, Terkecuali Manusia yang beriman dan beramal soleh serta saling mewasiati dalam kebenaran dan kesabaran (Q.S Al-Ashr).


Semoga kita termasuk golongan orang yang di mudahkan untuk taubat, dan kembali menghadap Allah dalam keadaan Husnul Khatimah. Amin Ya Allah Ya Rabbal 'Alamin

Wallahu'alam bishawab


from
http://www.kangerry.com

Sabtu, 27 November 2010

muslim yang tangguh

Muslim sejati itu selalu tampak santai dalam kesibukan,tersenyum dalam kesedihan,tenang dibawah tekanan,tabah dalam kesulitan,optimis di depan tantangan.. ayo bangkit n ttap smangat.. ;)

Jumat, 18 September 2009

Indahnya Islam

Bersyahadat Setelah 8 Tahun Baca al-Quran   Anne Collins ingin berhubungan langsung dengan Allah yang dapat memberikannya ampunan tanpa perantara. Itu setelah 8 tahun membaca Al Quran  Saya dibesarkan dalam sebuah keluarga Kristen yang taat. Saat itu, orang Amerika lebih religius dibandingkan masa sekarang–contohnya, sebagian besar keluarga pergi ke gereja setiap Minggu. Orangtua saya ikut dalam komunitas gereja. Kami sering mendatangkan pendeta ke rumah. Ibu saya mengajar di sekolah minggu, dan saya membantunya Pastinya saya lebih relijius dibandingkan anak-anak lainnya, meskipun saya tidak merasa seperti itu dulu. Satu saat ketika ulang tahun bibi saya memberi hadiah sebuah Bibel, dan untuk saudara perempuan saya ia memberi sebuah boneka. Lain waktu saya minta dibelikan bukudoa kepada orang tua, dan saya membacanya setiap hari selama beberapa tahun. Ketika saya SMP, saya mengikuti program belajar Bibel selama dua tahun. Ketika itu saya sudah mengkaji sebagian dari Bibel, meskipun demikian saya belum memahaminya dengan baik. Kemudian saya mendapat kesempatan mempelajarinya lebih dalam. Sayangnya, kami belajar banyak petikan di dalam Perjanjian Lama dan Baru yang tak dapat dipahami, bahkan terasa aneh. Sebagai contoh, Bibel mengajarkan tentang adanya dosa awal, yang artinya semua manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa. Saya punya adik bayi, dan saya tahu ia tidak berdosa. Bibel mengandung banyak cerita aneh dan sangat meresahkan, misalnya cerita tentang nabi Ibrahim dan Daud. Saya tak dapat mengerti bagaimana mungkin para nabi bisa mempunyai kelakuan seperti yang diceritakan dalam Bibel. Ada banyak hal lain dalam Bibel yang membingungkan saya, tapi saya tidak mempertanyakannya. Saya terlalu takut untuk bertanya–saya ingin dikenal sebagai “gadis baik”. Alhamdulillah, akhirnya ada seorang anak laki-laki yang bertanya, dan ia terus bertanya. Hal yang paling penting adalah tentang trinitas. Saya tidak bisa memahaminya. Bagaimana bisa Tuhan terdiri dari tiga bagian, yang salah satunya adalah manusia? Di sekolah saya juga belajar mitologi Yunani dan Romawi, menurut saya pemikiran tentang trinitas dan orang suci yang punya kekuatan sama dengan pemikiran budaya Yunani dan Romawi yang mengenal banyak dewa, yang masing-masing bertanggung jawab atas aspek kehidupan yang berbeda (astagfirullah!). Bocah yang bertanya itu, banyak bertanya tentang trinitas. Ia mendapatkan banyak jawaban tapi tidak pernah puas. Sama seperti saya. Akhirnya guru kami, seorang profesor teologi dari Universitas Michigan, menyuruhnya untuk berdoa minta keteguhan iman. Saya pun berdoa. Ketika saya SMA saya, diam-diam saya ingin menjadi seorang biarawati. Saya tertarik untuk melakukan peribadatan setiap harinya, tertarik kehidupan yang sepenuhnya dipersembahkan untuk Tuhan, dan menunjukkan sebuah gaya hidup yang relijius. Halangan atas ambisi ini hanya satu: saya bukan seorang Katolik. Saya tinggal di sebuah kota di wilayah Midwestern, di mana Katolik merupakan minoritas yang tidak populer. Saya bertemu seorang Muslim dari Libya. Ia menceritakan saya sedikit tentang Islam dan Al-Quran. Ia bilang Islam itu modern, agama samawi yang paling up-to-date. Karena saya menganggap Afrika dan Timur Tengah itu terbelakang, maka saya tidk bisa melihat Islam sebagai sesuatu yang modern. Keluarga saya mengajaknya ke acara Natal di gereja. Bagi saya acara itu sangat menyentuh dan berkesan. Tapi diakhir acara ia bertanya, “Siapa yang membuat aturan peribadatan seperti itu? Siapa yang mengajarkanmu kapan harus berdiri, membungkuk dan berlutut? Siapa yang mengajarimu cara beribadah?” Saya menceritakan kepadanya sejarah awal gereja. Awalnya pertanyaannya itu sangat membuat saya marah, tapi kemudian saya jadi berpikir. Apakah orang-orang yang membuat tata cara peribadatan itu benar-benar punya kualifikasi untuk melakukannya? Bagaimana mereka bisa tahu bagaimana peribdatan itu harus dilakukan? Apakah mereka dapat wahyu tentang itu? Saya sadar jika saya tidak mempercayai banyak ajaran Kristen, namun saya tetap pergi ke gereja. Ketika kredo Nicene dibacakan bersama-sama, saya hanya diam, saya tidak turut membacanya. Saya seperti orang asing di gereja. Ada kejadian yang sangat mengejutkan. Seseorang yang sangat dekat dengan saya mengalami masalah dalam rumah tangganya. Ia pergi ke gereja untuk meminta nasihat. Orang dari gereja itu justru memanfaatkan kesusahan dan penderitaannya. Laki-laki itu mengajaknya ke sebuah motel dan kemudian merayunya. Sebelumnya saya tidak memperhatikan benar apa peran rahib dalam gereja. Sejak peristiwa itu saya jadi memperhatikannya. Sebagian besar umat Kristen percaya bahwa pengampunan lewat sebuah acara peribadatan suci yang harus dipimpin oleh seorang pendeta. Tidak ada pendeta, tidak ada pengampunan. Saya mengunjungi gereja, duduk dan memperhatikan pendeta yang ada di depan. Mereka tidak lebih baik dari umat yang datang–sebagian di antaranya bahkan lebih buruk. Jadi bagaiamana bisa seorang manusia biasa diperlukan sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan Tuhan? Mengapa saya tidak bisa berhubungan langsung dengan Tuhan, dan langsung menerima pengampunannya? Tak lama setelah itu, saya mendapati terjemahan Al-Qur’an di sebuah toko buku. Saya lalu membeli dan membacanya, kadang terus membaca, kadang terputus, selama delapan tahun. Selama itu saya juga mencari tahu tentang agama lain. Saya semakin khawatir dan takut dengan dosa-dosa saya. Bagaimana saya tahu Tuhan akan memafkan dosa-dosa saya? Saya tidak lagi percaya dengan metode pengampunan ala Kristen akan berhasil. Beban-beban dosa begitu berat bagi saya, dan saya tidak tahu bagaimana membebaskan diri darinya. Saya sangat mengharapkan ampunan. Membaca Al-Quran Suatu kali, aku membaca Al-Quran yang bunyinya: “Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang beriiman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu ada rahib-rahib, juga sesungghnya mereka tidak menyombongkan diri. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Quran dan kenabian Muhammad S.A.W). Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh? [Al-Maidah: 82-84] Saya mulai berharap bahwa Islam mempunyai jawabannya. Tapi bagaimana cara saya mencari tahu? Dalam berita di televisi saya melihat Muslim beribadat. Mereka punya cara tertentu untuk berdo’a. Saya menemukan sebuah buku–yang ditulis oleh non Muslim–yang menjelaskan cara beribadah orang Islam. Kemudian saya mencoba melakukannya sendiri. Kala itu saya tidak tahu tentang taharah dan saya shalat dengan cara yang keliru. Saya terus berdoa dengan cara itu selama beberapa tahun. Akhirnya kira-kira 8 tahun sejak pertama kali saya membeli terjemahan Al-Quran dulu, saya membaca: “Pada hari ini telah ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” [Al- Maidah: 3] Saya menangis bahagia, karena saya tahu, jauh sebelum bumi diciptakan, Allah telah menuliskan bahwa Al-Quran ini untuk saya. Allah mengetahui bahwa Anne Collins di Cheektowaga, New York, AS, akan membaca ayat ini pada bulan Mei 1986. Saya tahu banyak hal yang perlu dipelajari, seperti bagaimana cara shalat yang benar, sesuatu yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Quran. Masalahnya saya tidak kenal seorang Muslim satu pun. Sekarang ini Muslim relatif mudah dijumpai di AS. Dulu saya tidak tahu di mana bisa bertemu mereka. Saya mendapatkan nomor telepon sebuah komunitas Muslim dari buku telepon. Saya lalu coba menghubunginya. Seorang laki-laki menjawab diseberang sana, saya panik lalu mematikan telepon. Apa yang akan saya katakan padanya? Bagaimana mereka akan menjawab pertanyaan saya? Apakah mereka akan curiga? Akankah mereka menerima saya, sementara mereka sudah saling memiliki dalam Islam? Beberapa bulan kemudian saya kembali menelepon masjid itu berkali-kali. Dan setiap kali saya panik, saya menutupnya. Akhirnya, saya menulis sebuah surat, isinya memnta informasi. Seorang ikhwan dari masjid itu menelepon saya dan kemudian mengirimi saya selebaran tentang Islam. Saya katakan padanya bahwa saya ingin masuk Islam. Tapi ia berkata pada saya, “Tunggu hingga kamu yakin.” Jawabannya agar saya menunggu membuat saya kesal. Tapi saya sadar, ia benar. Saya harus yakin, sebab sekali menerima Islam, maka segala sesuatunya tidak akan pernah lagi sama. Saya jadi terobsesi dengan Islam. Saya memikirkannya siang dan malam. Dalam beberapa kesempatan, saya mengendarai mobil menuju ke masjid (saat itu masjidnya berupa sebuah rumah yang dialihfungsikan menjadi masjid). Saya berputar mengelilinginya beberapa kali sambil berharap akan melihat seorang Muslim, dan penasaran seperti apa keadaan di dalam masjid itu. Satu hari di awal Nopember 1986, ketika saya memasak di dapur, sekonyong-konyong saya merasa jika saya sudah menjadi seorang Muslim. Masih takut-takut, saya mengirim surat lagi ke masjid itu. Saya menulis: Saya percaya pada Allah, Allah yang Maha Esa, saya percaya bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, dan saya ingin tercatat sebagai orang yang bersaksi atasnya. Ikhwan dari masjid itu menelepon saya keesokan harinya, dan saya mengucapkan shahadat melalui telepon itu. Ia berkata bahwa Allah telah mengampuni semua dosa saya saat itu juga, dan saya seperti layaknya seorang bayi yang baru lahir. Saya merasa beban dosa-dosa menyingkir dari pundak. Dan saya menangis karena bahagia. Saya hanya sedikit tidur malam itu. Saya menangis, mengulang-ulang menyebut nama Allah. Ampunan yang saya cari telah didapat. Alhamdulillah. [di/iol/www.hidayatullah.com]

sumber: http://www.gaulislam.com/bersyahadat-setelah-8-tahun-baca-al-quran#comments

Peletak Dasar Kimia Modern

Tak salah bila dunia mendapuknya sebagai bapak kimia modern. Ahli kimia Muslim terkemuka di era kekhalifahan yang dikenal di dunia Barat dengan pang gilan Geber itu memang sangat fenomenal. Betapa tidak, 10 abad se be lum ahli kimia Barat bernama John Dal ton (1766-1844)? mencetuskan teori mo lekul kimia, Jabir Ibnu Hayyan (721M – 815 M) telah menemukannya di abad ke-8 M.Hebatnya lagi, penemuan dan eksperimennya yang telah berumur 13 abad itu ternyata hingga kini masih tetap dijadikan rujukan.?? Dedikasinya dalam pengembangan ilmu kimia sungguh tak ternilai harganya. Tak heran, jika ilmuwan yang juga ahli farmasi itu dinobatkan sebagai renaissance man (manusia yang mencerahkan). Tanpa kontribusinya, boleh jadi ilmu kimia tak berkembang pesat seperti saat ini. Ilmu pengetahuan modern sungguh telah berutang budi kepada Jabir yang dikenal sebagai seorang sufi itu. Jabir telah menorehkan sederet karyanya dalam 200 kitab. Sebanyak 80 kitab yang ditulisnya itu mengkaji dan mengupas seluk-beluk ilmu kimia. Sebuah pencapaian yang terbilang amat prestisius. Itulah sebabnya, ahli sejarah Barat, Philip K Hitti dalam History of the Arabs berujar, ?’Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab juga memberikan sumbangan yang begitu besar di bidang kimia.’? Penyataan Hitti itu merupakan sebuah pengakuan Barat terhadap pencapaian yang telah ditorehkan umat Islam di era keemasan. Sejatinya, ilmuwan kebanggaan umat Islam itu bernama lengkap Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan. Asal-usul kesukuan Jabir memang tak terungkap secara jelas. Satu versi menyebutkan, Jabir adalah seorang Arab. Namun, versi lain menyebutkan ahli kimia kesohor itu adalah orang Persia.? Kebanyakan literatur menulis bahwa Jabir terlahir di Tus, Khurasan, Iran pada 721 M. Saat terlahir, wilayah Iran berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah. Sang ayah bernama Hayyan Al-Azdi, seorang ahli farmasi berasal dari suku Arab Azd. Pada era kekuasaan Daulah Umayyah, sang ayah hijrah dari Yaman ke Kufah, salah satu kota pusat gerakan Syiah di Irak. Sang ayah merupakan pendukung Abbasiyah yang turut serta menggulingkan Dinasti Umayyah. Ketika melakukan pemberontakan, Hayyan tertangkap di Khurasan dan dihukum mati. Sepeninggal sang ayah, Jabir dan keluarganya kembali ke Yaman. Jabir kecil pun mulai mempelajari Alquran, matematika, serta ilmu lainnya dari seorang ilmuwan bernama Harbi Al-Himyari. Setelah Abbasiyah menggulingkan kekuasaan Umayyah, Jabir memutuskan untuk kembali ke Kufah. Di kota Syiah itulah, Jabir belajar dan merintis karier. Ketertarikannya pada bidang kimia, boleh jadi lantaran profesi sang ayah sebagai peracik obat. Jabir pun memutuskan untuk terjun di bidang kimia. Jabir yang tumbuh besar di pusat peradaban Islam klasik itu menimba ilmu dari seorang imam termasyhur bernama Imam Ja’far Shadiq. Selain itu, ia juga sempat belajar dari Pangeran Khalin Ibnu Yazid. Jabir memulai kariernya di bidang kedokteran setelah berguru pada Barmaki Vizier? pada masa kekhalifahan Abbasiyah berada dibawah kepemimpinan Harun Ar-Rasyid. Sejak saat itulah, Jabir bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Dalam karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Salah satu ciri khasnya, ia mendasari? eksperimen-eksperimen yang dilakukannya secara kuantitatif. Selain itu, instrumen yang digunakan dibuat sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. ?’Saya pertama kali mengetahuinya? dengan melalui tangan dan otak saya, dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin, dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam.’? Kalimat itu kerap dituliskan Jabir saat mengakhiri uraian suatu eksperimen yang telah dilakukannya. Setelah sempat berkarier di Damas – kus, Jabir pun dikabarkan kembali ke Kufah. Dua abad pasca-berpulangnya Jabir, dalam sebuah penggalian jalan telah ditemukan bekas laboratorium tempat sang ilmuwan berkarya. Dari tempat itu ditemukan peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona serta sebatang emas yang cukup berat. Begitu banyak sumbangan yang telah dihasilkan Jabir bagi pengembangan kimia. Berkat jasa Jabir-lah, ilmu pengetahuan modern bisa mengenal asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi, dan tehnik kristalisasi. Jabir pulalah yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas. Keberhasilan penting lainnya yang dicapai Jabir adalah kemampuannya mengapli kasi kan pengetahuan me? ngenai kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Ter nyata, Jabir jugalah yang kali pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca. Adalah Jabir pula yang pertama kali mencatat tentang? pemanasan anggur akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol. Selain itu, Jabir pun berhasil menyempurnakan proses dasar sublimasi, peng uapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Apa yang dihasilkannya itu merupakan teknikteknik kimia modern. Tak heran, bila sosok dan pemikiran Jabir begitu berpengaruh bagi para ahli kimia Muslim lainnya seperti Al-Razi (9 M), Tughrai (12 M) dan Al-Iraqi (13 M). Tak cuma itu, buku-buku yang ditulisnya juga begitu besar pengaruhnya terhadap pengembangan ilmu kimia di Eropa. Jabir tutup usia pada tahun 815 M di Kufah.? heri ruslan (Republika)  === Adikarya Sang Ilmuwan Besar Dedikasi dan prestasi yang dicapai Jabir Ibnu Hayyan dalam bidang kimia terekam dengan baik lewat buku-buku yang ditulisnya. Tak kurang dari 200 buku berhasil ditulisnya.? Sebanyak 80 judul buku di antaranya mengupas hasil-hasil eksperimen kimia yang dilakukannya. Buku-buku itu sungguh amat berpengaruh hingga sekarang.Sebanyak 112 buku karya Jabir secara khusus ditulis untuk dipersembahkan kepada Barmakid?sang guru?yang juga pembantu atau wazir Khalifah Harun Ar- Rasyid. Buku-buku itu ditulis dalam bahasa Arab. Pada abad pertengahan, orang-orang Barat mulai menerjemahkan karya-karya Jabir itu ke dalam bahasa Latin (Tabula Smaragdina).Buku-buku itu lalu menjadi rujukan pada ahli kimia di Eropa. Selain itu, sebanyak 70 buku karya Jabir lainnya juga? dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan. Dari ke-70 kitab berpengaruh itu, salah satu yang terkenal adalah Kitab Al-Zuhra yang diterjemakan menjadi Book of Venus, serta Kitab Al-Ahjar yang dialihbahasakan menjadi Book of Stones. Sebanyak 10 buku yang ditulis Jabir lainnya adalah kitab pembetulan yang berisi penjelasan mengenai ahli kimia Yunani seperti Pythagoras, Socrates, Plato dan Aristoteles. Sisanya, kitab yang ditulis Jabir merupakan buku-buku keseimbangan. Dalam buku kelompok ini, Jabir melahirkan teori yang begitu terkenal, yakni ?teori keseimbangan alam.? Risalat-risalat karya Jabir yang secara khusus membedah ilmu kimia antara lain? Kitab Al-Kimya dan Kitab Al-Sab?een. Kitab penting itu juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di abad pertengahan. Kitab Al-Kimya menjadi sangat populer di Barat setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Ingris oleh orang Inggris Robert of Chester pada 1144 M. Al-Kimya versi alih bahasa berjudul ?The Book of Composition of Alchemy?. Sedangkan, Kitab Al-Sab?een diterjemahkan oleh Gerard of Cremona. Beberapa karya Jabir lainnya juga dialihbahasakan oleh Berthelot ke dalam bahasa Inggris antara lain; ?Book of Kingdom?, ?Book of the Balances?, serta ?Book of Eastern Mercur.? Buku karya Jabir lainnya juga mendapat perhatian dari ilmuwan Inggris bernama Richard Russel. Pada abad ke-17 M, Russel menerjemahkan buku yang ditulis Jabir ke dalam bahasa Ingris berjudul ?Sum of Perfection?.

Dalam buku itu, Russel memperkenalkan Jabir dengan nama Geber seorang pangeran Arab terkenal yang juga seorang filsuf. ?Sum of Perfection? selama beberapa abad begitu populer dan berpengaruh. Buku itu telah mendorong terjadinya evolusi kimia modern. Begitu berpengaruhnya buku-buku karya Jabir di Eropa dan Barat umumnya telah dibuktikan dengan munculnya beberapa istilah teknis yang ditemukan dalam kamus kimia Barat dan menjadi kosa kata ilmia yang sebelumnya digunakan Jabir seperti istilah ?alkali.?? hri (Republika)

Sumber: http://www.gaulislam.com/jabir-ibnu-hayyan-peletak-dasar-kimia-modern

Kamis, 17 September 2009

Semangat 2009... "Menyambut Hari yang Fitri"

Tiba di rumah ku pikir bakal santai-santai ternyata selain agenda THR (Tugas Hari Raya) dari d0sen dan asd0s ternyata ada agenda lainnya mengantri....

Kerja Bakti => Nyapu,, nyikat2,, nguras k0lam,,

dari d0sen => tgas MaTek,, Mikr0,, PA,, Agama,, bkin karya ilmiah,,,,(fiuuH...)

dari Asd0s => PPPPPPPAAAAA........

m0ga2 j smw bs q kerjain sebelum waktunya tiba...

Amien... ^^